oleh

Lapor Ke Kejagung, KAKI Minta Mafia Tanah di Rempang Dibongkar

-Berita-dibaca 24 kali

JAKARTA | Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) melakukan pelaporan tindak pidana khusus dugaan korupsi dan pengunaan lahan hutan produksi dirempang oleh PT. Agrilindo, PT. Golden Beach
Resort, dan PT. Vila Pantai Mutiara yang melanggar hukum yang
merugikan negara

Laporan KAKI diterima oleh pihak Pengaduan Hukum dan Pengaduan Masyarakat ,pelayanan Publik.

Ketum KAKI, Arifin Nur Cahyono mengatakan, laporan soal dugaan korupsi di sektor kehutangkanan dan ini sejalan dengan Surat Edaran Jaksa
Agung Nomor 16 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Mafia Tanah yang
dilaksanakan Bidang Intelijen, Pedata dan Tata Usaha Negara, dan Pidana Militer.

“Kami minta Kejagung untuk mengusut tuntas kasus mafia tanah yang ada di pulau Rempang karena banyak mafia tanah yang manfaatkan lahan untuk kepentingan pengusaha,” kata Arifin Nur Cahyono kepada wartawan di Kejagung, Selasa (26/9/2023).

Arifin meminta agar Kejaksaan
Agung mengungkap kejahatan mafia tanah di pulau Rempang hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata untuk bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis. Untuk itu Hutan harus diurus, dikelola dan dilindungi serta dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi
kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik generasi sekarang maupun yang
akan datang.

Ditemukan fakta bahwa sebagian Kawasan hutan lindung di Lokasi Tanjung Kelingking Pantai Kelat Pulau Rempang, Kota Batam telah dialih fungsikan yang seharusnya menjadi Hutan Bakau (mangrove), di mana perusahaan
tersebut diduga telah sewenang-wenang melakukan perusakan dan
pengggundulan hutan untuk usaha bisnisnya

Dia menjelaskan,hutan lindung yang seharusnya dijaga kelestariannya, “dirusak” oleh perusahaan atas nama PT. Agrilindo, PT. Golden Beach Resort, dan PT. Vila Pantai Mutiara yang mendapat Izin Usaha Pemanfaatan Jasa lingkungan Penyediaan Sarana Wisata Alam (IUPJL-PSWA) lahan hutan produksi yang di nilai muatan indikasi kongkalikong jahat dan ada dugaan indikasi korupsi yang dilakukan oleh pemilik dengan pejabat Gubernur Kepri sedang dijabat oleh Plh Gubernur (Masa Jabatan Plh mulai tanggal 12 sampai 18 Februari 2021).

Baca juga:  Peran Agama-Agama dan Kepercayaan Membangun Keadilan Dan Perdamaian Berbasis Inklusi, Moderasi, Toleransi

Dimana Keputusan Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan Penyediaan Sarana Wisata Alam (IUPJL-PSWA) ditanda tangani pada tanggal 17 Februari 2021 berpontesi adanya dugaan suap kepada pejabat negara yang
mengelurakan izin tersebut.

Dimana Dalam keputusan Gubernur Kepri terjadi kelalaian administrasi atau
kesengajaan yaitu penulisan tahun dalam nomor keputusan ditulis tahun 2021 sedangkan penulisan tahun dalam penetapan dan tanda tangan keputusan
ditulis pada tahun 2020, yang artinya penetapan dan tanda tangan pada
tanggal 17 Februari 2020. Sedangakan permohonan surat dari PT. Vila Pantai
Mutiara baru pada tanggal 5 Februari 2021 (surat Keputusan lebih dulu
dikeluarkan satu tahun dari pengajuan surat).

Sementara itu, lokasi Tanjung Kelingking Pantai Kelat Pulau Rempang, Kota Batam, kondisi hutan yang sebelumnya masih terjaga dan terpelihara, kini sudah gundul dan rusak karena terjadinya aktivitas perambaan hutan. Kondisi ini terjadi setelah beberapa perusahaan mendapat Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan Penyediaan Sarana Wisata Alam (IUPJL-PSWA) berdasarkan surat keputusan
yang diterbitkan oleh atas nama Gubernur Kepulauan Riau.

Dan dalam Keputusan Gubernur Kepri perihal Memperhatikan, Kepala Dinas
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kepri telah mengeluarkan surat
penilaian atas permohonan IUPJL PSWA atas nama PT Villa Pantai Mutiara
pada 16 Desember 2019.Sedangkan surat permohonan PT Villa Pantai Mutiara
itu baru diajukan pada 5 Februari 2021 tentang permohonan penerbitan IUPJL
PSWA.

“Kami menilai dalam keputusan Pak Gubernur itu, tidak ada pertimbangan
teknis dari kepala SKPD yang membidangi kepariwisataan di Kepri. Jadi kami menduga dalam penerbitan izin ini tidak melengkapi persyaratan perizinan yang diamanatkan,” ucapnya.

Diduga PT Villa Pantai Mutiara itu telah melakukan pengerusakan atau
pengundulan hutan produksi di lokasi tersebut, karena luas area yang diizinkan untuk dibangun sarana wisata alam paling banyak seluas 19,17 hektar dari total yang diberikan seluas 191,78 hektar

Baca juga:  Jasa Raharja Berkolaborasi dengan Stakeholder Cek Kesiapan Petugas Melayani Pemudik Lebaran 2023

Meminta Kejaksaan Agung agar mengusut tuntas dugaan tindak pidana
pengerusakan hutan produksi dan hutan mangrove yang dilakukan oleh
beberapa perusahaan yang mendapatkan IUPJL PSWA

Dengan bukti bukti yang kami miliki kami meminta kepada pihak Kejaksaan
Agung agar memeriksa pejabat dan pihak terkait yang telah mengeluarkan
beberapa izin IUPJL PSWA untuk PT. Agrilindo, PT. Golden Beach Resort, dan
PT. Vila Pantai Mutiara
Pelaku perambahan kawasan hutan dan perusakan ekosistem Mangrove dapat
diancam pidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana denda paling banyak
7,5 miliar rupiah berdasarkan Pasal 50 Ayat 2 huruf (a) Undang-Undang Nomor
41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah dengan Undang�undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja. Selain itu kami akan menerapkan pasal berlapis dengan Pasal 98 Ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak 10 miliar rupiah.

Komentar

Kotak Berita